Pemungutan PPh. Final Atas Akta Sewa Tanah dan/atau Bangunan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

Disusun oleh: Kemas D. Hamdani, S.H. 
Program Pascasarjana Universitas Airlangga
Fakultas: Hukum 
Program Studi: Magister Notariat 

Ringkasan:

Pajak Penghasilan merupakan salah satu pelaksanaan pengenaan pajak kepada masyarakat yang ditujukan agar setiap penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak diharapkan dapat diberikan kepada Negara guna pembangunan sesuai tarif pajak yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan untuk mengetahui peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas sewa tanah dan/atau bangunan, apakah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-undang Pajak Penghasilan beserta aturan pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah.

Penulisan tesis ini menggunakan sumber hukum berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berisi tentang norma hukum berupa peraturan Perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum sekunder dapat diperoleh dari literatur-literatur mengenai ilmu hukum, khususnya mengenai pajak penghasilan.

PPh Final berbeda dengan objek pajak pada umumnya, baik dari segi obyek yang dikenakan, tarifnya, maupun tata cara pelaksanaannya. Objek PPh Final itu sendiri didapat dari Sewa Tanah dan/atau bangunan, apartemen, rumah susun dan lain-lain. Berbicara Sewa Tanah dan/atau bangunan itu sendiri tidak lepas dari Pejabat Pembuat Akta Tanah karena ia berwenang untuk membuat aktanya. Berkaitan dengan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bahwa itu bukanlah wewenang atribusi dan delegasi untuk Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam rangka pendaftaran tanah, karena sejak awal pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah bukanlah wewenang Badan Pertanahan Nasional/Kepala Kantor Pertanahan. Akan tetapi terkait dengan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pemungut PPh Final, hal tersebut merupakan pendelegasian terhadap perundang-undangan. Ini dapat dibuktikan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

Sanksi Hukum Bagi Notaris yg Menolak Menerima Magang

(Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris) 

Disusun oleh: Rika R. Cahyaningrum, S.H. 
Program Pascasarjana Universitas Airlangga
Fakultas: Hukum 
Program Studi: Magister Notariat 

Intisari:

Penulisan tesis ini berjudul sanksi hukum bagi Notaris yang menolak menerima magang (Menurut Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris), yang bertujuan untuk: pertama, menganalisa peraturan tentang magang calon Notaris. Kedua, menganalisa penjatuhan sanksi terhadap NotarIs yang menolak magang calon Notaris.

Metode penelitian menggunakan tipe penelitian doctrinal research, yakni tipe penelitian hukum yang berusaha untuk menemukan prinsip-prinsip hukum, aturan hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab issue hukum yang dihadapi dan pendekatan masalah statute approach (pendekatan perundang-undangan) yaitu pendekatan masalah yang dikaji melalui perundang-undangan yang kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas, yaitu Undang-Undang No.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan conceptual approach (pendekatan konseptual), yaitu pendekatan yang didasarkan pada literatur-literatur yang berkaitan dengan sanksi hukum terhadap Notaris.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pertama, seorang calon Notaris wajib melakukan magang untuk memenuhi syarat pengangkatan Notaris yang diatur dalam pasal 3 huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris yang mana syarat pengangkatan ini bersifat mutlak dan harus dilaksanakan oleh calon Notaris, apabila calon Notaris tidak melakukan magang maka calon Notaris tidak memenuhi syarat pengangkatan dan tidak dapat diangkat menjadi Notaris. Penerimaan magang calon Notaris ini merupakan kewajiban Notaris hal ini ditegaskan dalam pasal 16 huruf m dan kedua, sanksi yang dapat diberikan kepada Notaris yang menolak magang calon Notaris termuat secara implisit dalam pasal 12 huruf d Undang-Undang Jabatan Notaris yang menegaskan bahwa Notaris dapat diberhentikan secara tidak hormat apabila melakukan pelanggaran berat dengan kewajiban dan larangan Notaris, sehingga Notaris dapat dikenakan sanksi administratif yang penjatuhan sanksinya berjenjang dari teguran lisan hingga pemberhentian secara tidak hormat.

Penelitian di Bidang Kenotariatan dan Pertanahan - Headline Animator