Disusun oleh: Nadia P. Zahrah, S.H.
Program Pascasarjana Universitas Airlangga
Fakultas: Hukum
Program Studi: Kenotariatan
Intisari:
Perjanjian bagi hasil tanah pertanian dalam masyarakat Indonesia masih banyak dipergunakan, meskipun di dalam UUPA disebutkan bahwa bagi hasil tanah pertanian merupakan hak atas tanah yang bersifat sementara. Di dalam praktik, perjanjian bagi hasil dilakukan secara tidak tertulis, hanya secara lisan, tanpa sepengetahuan pejabat desa setempat. Begitu pula tentang perimbangan hasilnya. Masyarakat setempat lebih mengedepankan hukum adat setempat atau hukum kebiasaan. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang seperti itu yang membuat UUPA memberikan sifat sementara kepada hak usaha bagi hasil tanah pertanian. Akan tetapi telah lahir peraturan tersendiri tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian beserta peraturan pelaksananya. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara peraturan perundang-undangan dengan praktik yang terjadi di lapangan. Hal ini berdampak pada tata cara penyelesaian sengketa.
Apabila menggunakan hukum kebiasaan, maka penyelesaiannya juga lebih mengedepankan hukum kekeluargaan. Sedangkan tata cara penyelesaian sengketa yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang bagi hasil mengikutsertakan pejabat desa.
Program Pascasarjana Universitas Airlangga
Fakultas: Hukum
Program Studi: Kenotariatan
Intisari:
Perjanjian bagi hasil tanah pertanian dalam masyarakat Indonesia masih banyak dipergunakan, meskipun di dalam UUPA disebutkan bahwa bagi hasil tanah pertanian merupakan hak atas tanah yang bersifat sementara. Di dalam praktik, perjanjian bagi hasil dilakukan secara tidak tertulis, hanya secara lisan, tanpa sepengetahuan pejabat desa setempat. Begitu pula tentang perimbangan hasilnya. Masyarakat setempat lebih mengedepankan hukum adat setempat atau hukum kebiasaan. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang seperti itu yang membuat UUPA memberikan sifat sementara kepada hak usaha bagi hasil tanah pertanian. Akan tetapi telah lahir peraturan tersendiri tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian beserta peraturan pelaksananya. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara peraturan perundang-undangan dengan praktik yang terjadi di lapangan. Hal ini berdampak pada tata cara penyelesaian sengketa.
Apabila menggunakan hukum kebiasaan, maka penyelesaiannya juga lebih mengedepankan hukum kekeluargaan. Sedangkan tata cara penyelesaian sengketa yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang bagi hasil mengikutsertakan pejabat desa.
No comments:
Post a Comment