Konflik Norma dlm Peraturan Lelang Tentang Kewenangan Membuat Risalah Lelang dan Undang Undang Jabatan Notaris

Disusun oleh: Prawita Trisnawati, S.H. 
Program Pascasarjana Universitas Airlangga
Fakultas: Hukum 
Program Studi: Magister Notariat 

Ringkasan:

Dalam penulisan tesis ini, penulis mencoba untuk menulis mengenai adanya konflik atau tumpang tindih norma hukum dalam Undang-Undang mengenai Risalah Lelang tentang siapa pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam membuat risalah lelang dan Undang-Undang mengenai Jabatan Notaris, dan bagaimana pula kedudukan risalah lelang dalam hal kedudukannya sebagai akta otentik.

Dalam kehidupan masyarakat, Notaris telah menjadi profesi yang memegang peranan penting karena mempunyai tugas memberikan penyuluhan dan pelayanan hukum kepada masyarakat dan juga mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum atau keadaan, peristiwa hukum. Notaris menuangkan segala kejadian ataupun kehendak para pihak ke dalam akta otentik tersebut sehingga isi dari akta otentik tersebut secara formil mengikat para pihak dan menjadi alat bukti yang sempurna bagi pihak-pihak yang terkait.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432 (selanjutnya akan disebut Undang-Undang Jabatan Notaris), ada beberapa hal baru yang diatur, salah satu diantaranya dapat dijumpai pada ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf g dimana Notaris berwenang pula membuat akta Risalah Lelang. Hal ini tentu sangat menarik karena dengan diberlakukannya Undang-Undang Jabatan Notaris berarti Notaris mempunyai kewenangan yang sama dengan Pejabat Lelang untuk membuat akta Risalah Lelang yang merupakan berita acara yang dibuat oleh Pejabat Lelang dalam suatu pelaksanaan lelang. Untuk Pejabat Lelang acuan hukumnya adalah Peraturan Lelang (Vendu Reglement, Stbl. 1908 : 189 sebagaimana telah diubah dengan Stbl. 1940 : 56), sedangkan untuk Notaris, acuan yang digunakan untuk membuat sebuah akta otentik adalah Undang-Undang Jabatan Notaris. Sehingga dapat dikatakan telah timbul banyak pertanyaan terkait dengan akta otentik dan Risalah Lelang yang dibuat Notaris tersebut. Dalam hal untuk menemukan bagaimana kedudukan notaris dalam pembuatan risalah lelang dan bagaimana kedudukan risalah lelang tersebut, penulis mempergunakan metode yuridis normatif untuk menganalisa fakta perundang-undangan yang ada tersebut serta memberikan kajian yang komprehensif. Belum adanya penyelesaian yang signifikan akan tumpang tindih semacam ini pada saatnya nanti akan menimbulkan satu konflik norma yang akan mengarah kepada satu bentuk ketidakpastian hukum akan risalah lelang.

Melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka diperoleh jawaban bahwa pejabat lelang sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan adalah pihak yang paling berwenang dalam pembuatan risalah lelang. Hal ditegaskan dengan penggunaan azas hukum lex specialist derogat lex generalis, dimana Peraturan Menteri Keuangan nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang, berkedudukan sebagai peraturan yang lebih khusus dalam peraturan mengenai pembuatan risalah lelang. Menilai fakta-fakta hukum tersebut, maka dibutuhkan adanya keseriusan dari pembuat undang-undang untuk dengan segera mengakhiri tumpang tindih semacam ini. Adanya konflik dengan Undang-Undang mengenai Jabatan Notaris membuat penulis memberikan solusi atau saran untuk supaya Undang-Undang tersebut diadakan sebuah revisi mengenai kewenangan notaris dalam membuat risalah lelang dengan mengadopsi atau menambah satu klausul sebagaimana yang tertera dalam Peraturan yang lebih khusus. Sehingga dengan demikian, segala proses pembentukan hingga kedudukan risalah lelang dapat memiliki satu kepastian norma hukum. Segala konflik norma dan kesimpang-siuran dapat tereduksi dengan baik.

No comments:

Post a Comment

Penelitian di Bidang Kenotariatan dan Pertanahan - Headline Animator